Ekonomi nasional sudah menunjukkan tanda-tanda bangkit sampai tahun 2021 meskipun jika dibanding antara tahunan dan triwulanan, kontraksi triwulanan lebih besar dari pada tahunan. Oleh karena itu, perbaikan angka statistik ini tentu akan menimbulkan sikap optimisme dari semua pemangku kepentingan. Hal itu disampaikan Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec Rektor Universitas Widya Mataram (UWM) sebagai Keynote Speaker dalam Seminar Nasional yang digelar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Kristen Immanuel (UKRIM), Sabtu (5/6/2021). Seminar digelar dengan tajuk Transformasi Indonesia 2021: Inovasi & Strategi Pemulihan Ekonomi Pascapandemi Covid-19.
Di samping Rektor UWM, bertindak sebagai Keynote Speaker yakni George Iwan Marantika, MBA yang merupakan Wakil Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Pusat dan Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) DIY. Acara tersebut terselenggara atas kerjasama UKRIM, UWM, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) YKP, Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW), dan Universitas Kristen Surakarta (UKS).
“Dengan adanya perbaikan ekonomi ini, pemerintah cenderung optimis, bahkan menargetkan pertumbuhan ekonomi dapat tumbuh 6.9-7.8% pada triwulan II 2021 dan 5% untuk target APBN 2021,” papar Prof Edy.
Anggota Dewan Pertimbangan Pusat APTISI Pusat itu mengatakan, penyebaran Covid-19 telah mencapai lebih dari 172.916.734 orang dan sekitar 1.837.126 orang dari Indonesia hingga 4 Juni 2021. Dalam konteks ekonomi Indonesia, pandemi Covid-19 telah menghantam perekonomian nasional dari berbagai indikator makro sosial-ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi yang negatif, kesempatan kerja yang terbatas, kemiskinan meningkat, Gini Rasio melebar, konsumsi masyarakat anjlok, dan sebagainya. Oleh karena itu, untuk memperbaiki perekonomian nasional, maka setiap jalur pertumbuhan ekonomi harus didorong karena mempunyai daya ungkit yang besar untuk menggerakkan kembali perekonomian.
“Untuk menggapai itu semua, tentunya kinerja dari belanja pemerintah, belanja masyarakat, dan kinerja ekspor harus ditingkatkan agar menjadi bantalan dalam pertumbuhan ekonomi nasional,” ungkap Guru Besar Ilmu Ekonomi itu.
Dari sisi kemiskinan dan ketimpangan, Prof Edy menceritakan, hal itu menjadi masalah yang selalu melekat bagi umat manusia, termasuk di Indonesia. Kemiskinan di Indonesia secara persentase memang sudah menurun namun secara absolut masih ada sekitar 27 jutaan penduduk yang miskin. Kenaikan angka kemiskinan hampir sesuai dengan prediksi Bank Dunia pada Skenario Ringan sebesar 10.7 persen. Kemiskinan yang terus menurun dalam beberapa dekade terakhir tidak serta merta menurunkan tingkat ketimpangan di Indonesia.
Sebagai langkah transformasi, lanjut Prof Edy, perlu strategi dan inovasi yang dilakukan diantaranya mengubah paradigma bahwa vaksin akan menjadi solusi dalam memperbaiki ekonomi di era pandemi, memperbaiki regulasi dan birokrasi dalam mempercepat realisasi bantuan subsidi tunai maupun non tunai. Setiap kebijakan yang dikeluarkan pemangku kepentingan harus bersinergi satu sama lain untuk keluar dari resesi ekonomi.
“Pemerintah Indonesia semestinya tidak mengharapkan bantuan dari negara lain seperti ekspor dan impor, namun dapat memprioritaskan perbaikan pada ekonomi dan fokus pada pembangunan dalam negeri yang dikenal dengan Inward Looking Poli dengan tujuan untuk mendorong perekonomian mulai dari menghidupkan kembali daya beli masyarakat, meningkatkan konsumsi, memperbaiki kegiatan sektor riil yang sebelumnya mengalami kelesuan, dan memfokuskan kembali pemulihan ekonomi,” jelas Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) periode 2008-2009 itu.
Sementara itu George Iwan menjelaskan, dalam pemulihan ekonomi nasional diperlukan keleluasaan bagi pelaku usaha dalam bentuk deregulasi sehingga para pelaku ekonomi tidak terkekang dengan aturan-aturan yang selama ini menghambat perkembangan usahanya.
Menurutnya, kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia belum bisa dipastikan akan seperti apa, sehingga dibutuhkan transformasi industri salah satunya dengan confidence building mature. Dari situ dunia industri akan memiliki modal untuk membangun kepercayaan masyarakat sehingga industri dapat menggerakkan roda perekonomian.“Sudah saatnya kita berpikir radikal, out of the box untuk bersama-sama memperbaiki perekonomian Indonesia dan keluar dari persoalan akibat pandemi Covid-19 ini. Harus ada keberpihakan pemerintah terhadap platform baru dari anak negeri. Selain itu, Bank-bank BUMN juga harus berani pasang badan untuk menyelamatkan ekonomi nasional meskipun mengandung resiko,” ungkap Wakil Ketua KADIN DIY itu.
©HumasWidyaMataram