Perkembangan ekonomi syariah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menunjukkan tren yang semakin positif. Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Pengurus Wilayah Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) DIY, Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec., dalam program Talkshow Teras Kepatihan yang digelar di Ruang Audio Visual, Gedung Pusat Desain Industri Nasional (PDIN) Yogyakarta, Rabu (24/9).
Acara bertema “Pengembangan Ekonomi Syariah di DIY” ini menghadirkan tiga narasumber, yakni Prof. Edy Suandi Hamid, Muh. Ajrudin Akbar, S.Sos.I. (Anggota Komisi B DPRD DIY), serta Eling Priswanto, S.E., M.M. (Kepala Biro Perekonomian dan Sumber Daya Alam Setda DIY). Talkshow dipandu oleh host RBTV, Artika Amelia.
Dalam paparannya, Prof. Edy menjelaskan bahwa mayoritas penduduk DIY beragama Islam, yakni sekitar 3,47 juta jiwa atau 92,3% dari total populasi pada 2024. “Angka ini menjadi basis pasar yang kokoh untuk pengembangan produk halal, layanan keuangan syariah, serta pariwisata ramah muslim,” ujar Rektor Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta tersebut.
Selain faktor demografi, pasar modal syariah di DIY juga mencatat capaian signifikan. Data Bursa Efek Indonesia (2024) menunjukkan bahwa 6% investor syariah nasional berasal dari DIY, dengan jumlah mencapai 9.136 investor. Meski demikian, Prof. Edy menekankan pentingnya peningkatan literasi agar penetrasi pasar modal syariah semakin meluas.
Sektor perbankan syariah di DIY turut menunjukkan perkembangan positif. Berdasarkan data OJK DIY per Januari 2025, kredit perbankan tumbuh hingga Rp 63,24 triliun atau naik 7,70% (YoY), dengan pembiayaan UMKM mencapai Rp 28,34 triliun atau 44,81% market share. Namun, tingkat Non-Performing Loan (NPL) UMKM masih cukup tinggi di angka 6,34%. “Hal ini menandakan perlunya pendampingan intensif serta penguatan manajemen risiko bagi pelaku UMKM,” jelas mantan Ketua Forum Rektor Indonesia tersebut.
Prof. Edy juga menyoroti progres sektor sertifikasi halal. DIY mendapat alokasi 10.000 kuota sertifikasi halal gratis untuk UMKM pada 2025, bagian dari total 1 juta kuota nasional. Data BPJPH mencatat, hingga Agustus 2025 terdapat lebih dari 9 juta produk bersertifikat halal secara nasional. DIY diharapkan menjadi kontributor penting, khususnya di sektor makanan, minuman, dan fashion.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa perkembangan ekonomi syariah DIY berada di atas rata-rata nasional. Hal ini dibuktikan dengan diraihnya penghargaan Adinata Syariah, hasil kolaborasi akademisi, praktisi, komunitas, dan pemerintah daerah.
“Literasi keuangan syariah kita sudah mencapai 43,42%, namun tingkat inklusi baru 13,41%. Artinya, banyak masyarakat yang tahu tetapi belum menggunakan produk syariah. Harapannya, ekonomi syariah tidak hanya sebatas label, melainkan benar-benar menghadirkan manfaat kompetitif bagi konsumen dan pelaku,” tegasnya.
Dari sisi legislatif, Muh. Ajrudin Akbar menekankan pentingnya peran regulasi dan fasilitasi pemerintah daerah. Menurutnya, dengan mayoritas penduduk DIY beragama Islam, kebutuhan terhadap produk dan layanan berbasis syariah merupakan realitas yang perlu direspons dengan kebijakan tepat.
Sementara itu, Eling Priswanto menambahkan bahwa ekonomi syariah tidak boleh dipandang semata-mata sebagai konsep keagamaan. “Peran pemerintah daerah adalah mengorkestrasi berbagai lembaga agar bersinergi. Kehadiran Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah (KDEKS DIY) menjadi bukti nyata komitmen pemerintah dalam mengintegrasikan program lintas sektor,” jelasnya.