Home
news
Merawat Tradisi, Menjaga Silaturahmi: Refleksi atas Tradisi Halal Bi Halal

Merawat Tradisi, Menjaga Silaturahmi: Refleksi atas Tradisi Halal Bi Halal

news Senin, 2025-04-14 - 14:18:10 WIB

oleh: Bagus Anwar Hidayatulloh, S.H., M.H., M.Sc., Dosen Program Studi Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Widya Mataram

Setiap kali Ramadan berakhir, masyarakat Indonesia memiliki satu tradisi unik yang tak ditemukan di negara-negara muslim lainnya: halal bi halal. Sebuah momen sakral sekaligus sosial yang mengakar kuat dalam kultur bangsa. Dalam suasana penuh kehangatan, keluarga besar, teman lama, hingga sesama warga berkumpul untuk saling memaafkan dan mempererat ikatan. Lebih dari sekadar seremonial pasca-Lebaran, halal bi halal menyimpan nilai-nilai luhur yang patut dirawat dan dijaga keberlangsungannya.

Tradisi halal bi halal lahir dari kearifan lokal yang menyatukan semangat keislaman dan nilai-nilai kebudayaan Nusantara. Ia bukan hanya tentang berjabat tangan, melainkan sebuah ruang untuk membuka hati, meluruhkan ego, dan menumbuhkan kembali rasa persaudaraan. Di tengah dunia yang semakin individualistik dan relasi sosial yang kadang renggang oleh perbedaan pilihan atau kesibukan, halal bi halal hadir sebagai oase penyatu bangsa.

Dalam konteks kekinian, nilai dari halal bi halal menjadi sangat relevan. Ia adalah medium untuk membangun rekonsiliasi, menghapus sekat-sekat sosial, bahkan menyatukan kembali pihak-pihak yang sempat berselisih. Tradisi ini juga mengajarkan bahwa perbedaan tidak semestinya menjadi jurang pemisah, melainkan titik tolak untuk saling mengenal dan memahami.

Sayangnya, di tengah modernisasi dan padatnya aktivitas masyarakat urban, tradisi ini perlahan mulai tergeser. Tidak sedikit generasi muda yang menganggap halal bi halal sebatas formalitas. Di sinilah peran penting pendidikan keluarga dan lembaga sosial dibutuhkan untuk menanamkan kembali makna dan nilai di balik tradisi ini. Sebab, jika tidak dirawat, dikhawatirkan kita kehilangan salah satu identitas sosial yang selama ini memperkuat kohesi masyarakat Indonesia.

Halal bi halal bukan hanya warisan budaya, tetapi juga sarana membangun ketahanan sosial dan nasional. Ia mendidik kita untuk rendah hati, menerima kekurangan orang lain, dan membangun kehidupan bersama yang damai. Dalam konteks kehidupan berbangsa, semangat halal bi halal sejatinya dapat ditransformasikan dalam relasi antar kelompok, antar institusi, bahkan dalam ruang-ruang publik yang lebih luas.

Menjaga tradisi bukan berarti menolak perubahan. Sebaliknya, merawat halal bi halal berarti memberi makna baru pada nilai-nilai lama agar tetap relevan dengan zaman. Lewat inovasi, digitalisasi, atau pengemasan yang lebih kekinian, halal bi halal tetap bisa menjadi momen yang bermakna bagi seluruh lapisan masyarakat.

Akhirnya, mari kita rawat tradisi halal bi halal ini bukan hanya sebagai ritual tahunan, tetapi sebagai perwujudan semangat silaturahmi, kearifan budaya, dan kekuatan sosial bangsa. Sebab, di tengah tantangan zaman, kita butuh lebih banyak jabat tangan, pelukan, dan maaf yang tulus untuk tetap menjadi Indonesia yang rukun dan damai.


Share Berita