Home
news
Kedudukan Tanah Kasultanan dalam Sistem Hukum Tanah Nasional

Kedudukan Tanah Kasultanan dalam Sistem Hukum Tanah Nasional

news Selasa, 2023-10-03 - 08:33:59 WIB

Fakultas Hukum (FH) Universitas Widya Mataram (UWM) menyelenggarakan Seminar Nasional 11 Tahun Undang-Undang (UU) Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada Sabtu (30/9/2023) di eL Hotel Yogyakarta. Acara ini dihadiri oleh lebih dari 100 orang audiens. Narasumber dalam acara ini adalah Prof. Dr. Maria S.W. Sumardjono, S.H., M.C.L., M.P.A. dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Aris Eko Nugroho, S.P., M.Si. yang merupakan Paniradya Pati Kaistimewaan, dan Dr. Kelik Endro Suryono, S.H., M.Hum. yang merupakan Dekan FH UWM. Acara ini diawali dengan sambutan dari Rektor UWM Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec.

Prof Maria dalam pemaparannya mengungkapkan bahwa pengaturan tentang keistimewaan DIY dibidang pertanahan menurut UU Keistimewaan Pasal 7 ayat (2) dan (3) UU Keistimewaan menyebutkan bahwa kewenangan di bidang pertanahan sebagai salah satu dari 5 keistimewaan DIY itu didasarkan pada nilai-nilai kearifan lokal dan keberpihakan kepada rakyat.

Sebagai penyelenggara kewenangan pertanahan, Kasultanan dan Kadipaten sebagai badan hukum merupakan subjek hak milik (HM) atas tanah Kraton (SG) dan tanah Kadipaten (PAG) yang meliputi baik tanah keprabon maupun bukan keprabon di seluruh Kabupaten/Kota dalam wilayah DIY. Pengelolaan dan pemanfaatan SG dan PAG digunakan untuk sebesar-besarnya pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan masyarakat.

Penggunaan SG dan PAG oleh masyarakat/institusi harus mendapatkan izin tertulis yang diberikan dalam bentuk Serat Kekancingan. Perolehan Serat Kekancingan diawali dengan mengajukan permohonan kepada Kasultanan atau Kadipaten dengan tembusan kepada Pemerintah Daerah (Pemda), disertai kelengkapan dokumen. Rekomendasi Pemda merupakan dasar untuk menerbitkan Serat Kekancingan. “Peran Pemda adalah memfasilitasi penyelenggaraan kewenangan pengelolaan dan pemanfaatan tanah SG dan PAG dengan melibatkan Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa,” tegas Prof Maria.

Pemberian Serat Kekancingan membuka kesempatan untuk dapat diberikannya Hak Guna Bangunan (HGB) atau Hak Pakai (HP) di atas HM atas tanah Kasultanan atau Kadipaten, melalui Akta Pejabat pembuat Akta tanah (PPAT) dan ditindaklanjuti dengan pendaftaran HGB/HP di atas tanah HM SG/PAG sesuai peraturan perundang-undangan di bidang pendaftaran tanah, namun demikian, tata cara dan persyaratan permohonan pemberian HGB/HP di atas SG/PAG dilakukan sesuai dengan peraturan internal Kasultanan dan Kadipaten.

Lebih lanjut, Prof Maria mengemukakan bahwa menurut UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, pihak yang menyelenggarakan kewenangan pelayanan publik, wajib melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, khususnya pelayanan administratif, yakni dari proses sampai dengan terbitnya Serat Kekancingan bagi tanah Kasultanan oleh pihak Kraton, dan pelayanan pemberian kepastian hukumnya oleh BPN.

“Jika kedua entitas ini dapat bersinergi secara baik, maka pemanfaatan tanah Kasultanan, khususnya oleh pihak ketiga, dapat terlayani dengan sebaik mungkin,” kata Prof Maria.

Humas@UWM


Share Berita