Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta menggelar kuliah umum bertajuk “Artificial Intelligence and Law: Ethical Principles, Legal Liabilities, and Governance Challenges” dengan menghadirkan narasumber internasional, Assoc. Prof. Dr. Sonny Zulhuda dari Ahmad Ibrahim Kulliyyah of Laws, International Islamic University Malaysia (IIUM). Kegiatan ini berlangsung di Pendopo Agung Kampus Terpadu UWM pada Kamis (9/10).
Acara ini menghadirkan narasumber utama Assoc. Prof. Dr. Sonny Zulhuda, MCL., akademisi yang dikenal aktif meneliti hubungan antara teknologi, etika, dan hukum. Hadir pula Rektor UWM Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec., para Wakil Rektor, Dekan, Moderator Dr. Kelik Endro Suryono, S.H., M.Hum., dan Mahasiswa Fakultas Hukum UWM.
Dalam sambutannya, Dekan Fakultas Hukum, Dr. Hartanto, S.E., S.H., M.Hum. menyoroti pentingnya memahami posisi hukum dalam menghadapi kemajuan kecerdasan buatan (AI).
“AI berkembang begitu cepat, tetapi aturan hukumnya belum jelas. Pertanyaannya, jika AI menimbulkan kerugian, siapa yang bertanggung jawab? Ini adalah tantangan bagi dunia hukum yang perlu dijawab bersama,” tegasnya.
Hartanto menambahkan, sistem hukum pidana Indonesia masih bertumpu pada konsep mens rea (niat jahat) dan actus reus (perbuatan melawan hukum), sedangkan kecerdasan buatan tidak memiliki niat maupun kesadaran seperti manusia.
Sementara itu, Rektor UWM, Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec. dalam sambutannya menekankan bahwa perkembangan teknologi tidak boleh membuat manusia kehilangan jati diri dan kepekaan moral.
“AI memang memudahkan banyak hal, mulai dari ekonomi, pendidikan, hingga pelayanan publik. Namun sehebat-hebatnya AI, manusia tetap harus menjadi pengendali utama. Jangan sampai teknologi justru mengendalikan kita,” ujar Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah DIY ini.
Guru Besar Ilmu Ekonomi ini juga mengingatkan pentingnya kesadaran kritis dan tanggung jawab etis dalam memanfaatkan teknologi.
“Kemajuan teknologi adalah keniscayaan, tetapi kebijaksanaan dalam menggunakannya adalah pilihan. Kita perlu membangun kecerdasan moral agar seimbang dengan kecerdasan digital,” pungkasnya.
Dalam paparannya, Dr. Sonny Zulhuda menjelaskan pentingnya memahami dinamika hubungan antara masyarakat, teknologi, dan tata kelola dalam era kecerdasan artifisial (AI). Menurutnya, AI kini telah berkembang pesat melalui teknologi seperti Generative AI yang melahirkan sistem mampu berpikir, belajar, dan membuat keputusan layaknya manusia.
Beliau menyoroti bahwa keberhasilan sistem seperti ChatGPT, Gemini, dan Copilot menunjukkan potensi besar AI dalam meningkatkan efisiensi, inovasi, dan layanan publik. Namun demikian, di balik manfaatnya, AI juga membawa tantangan serius seperti bias algoritma, privasi data, keamanan siber, dan penyalahgunaan teknologi oleh pihak kriminal.
“Teknologi AI harus dikembangkan dan diadopsi secara etis dan bertanggung jawab, dengan tetap menjunjung nilai-nilai kemanusiaan, keamanan, dan transparansi,” tegas Dr. Sonny, mengutip pandangan Perdana Menteri Malaysia, Dato’ Seri Anwar Ibrahim, mengenai pentingnya pedoman nasional dalam tata kelola AI.
Selain membahas kebijakan di Malaysia, Dr. Sonny juga menguraikan perkembangan regulasi global seperti EU Artificial Intelligence Act, inisiatif UNESCO (2021) tentang etika AI, hingga ASEAN Responsible AI Roadmap 2025–2030. Ia menilai, Indonesia telah menunjukkan langkah positif melalui Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial 2020–2045 yang menekankan nilai iman, kemanusiaan, keadilan, dan kearifan lokal.
Ia juga menyoroti pentingnya membangun kepercayaan publik terhadap AI melalui tata kelola yang transparan, perlindungan data pribadi, serta penghormatan terhadap keberagaman dan non-diskriminasi.
“AI tidak boleh menjadi instrumen ketidakadilan sosial. Justru harus menjadi sarana untuk memperkuat kesejahteraan dan keadilan,” jelas Sonny.
Menutup sesi, Dr. Sonny mengingatkan bahwa hukum tidak boleh tertinggal dari inovasi. “Selama ini, hukum selalu mengikuti teknologi. Namun dalam konteks AI, hukum harus bergerak cepat sebagai pengawal, bukan penghambat inovasi,” ujarnya.
Kegiatan ini mempertegas komitmen Universitas Widya Mataram dalam memperluas wawasan sivitas akademika terhadap isu-isu strategis global di bidang hukum, etika, dan tata kelola teknologi digital yang kian relevan di era transformasi digital.