Berdasarkan Catatan Akhir Tahun Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, setiap tahun angka kasus kekerasan seksual di Indonesia cenderung naik. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) telah disahkan dengan harapan mengurangi laju angka kekerasan tersebut. Setelah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 12 April 2022, banyak harapan dari keluarga korban maupun aparat penegak hukum agar undang-undang tersebut dapat segera digunakan. Namun peraturan pelaksana UU TPKS belum juga dibuat dan diterbitkan. Hal ini disampaikan oleh Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Widya Mataram (UWM) Laili Nur Anisah, S.H., M.H. di Gedung FH UWM pada Senin (5/6).
Salah satu kegiatan yang dapat mendorong diterbitkannya perturan pelaksana UU TPKS yakni digalakannya sosialisasi substansi UU TPKS pada masyarakat terutama pada para pemangku kepentingan (stakeholder). “UU TPKS secara holistik mengatur upaya preventif maupun upaya represif penanganan kasus kekerasan seksual. UU ini menjadi pintu masuk hak-hak korban dijamin lebih luas dan memiliki kepastian hukum,” kata Laili
Pembuatan UU TPKS sendiri menggunakan system buttom up, yang datang dari lembaga layanan seluruh Indonesia, yang memiliki pengalaman mendampingi korban kekerasan seksual. Oleh karenanya, UU TPKS menjawab problematika kebuntuan penyelesaian kasus kekerasan seksual. “UU TPKS memberikan angin segar dalam perlindungan korban diantaranya korban tidak bisa dituntut baik secara perdata maupun pidana oleh pelaku karena melaporkan kasus kekerasan seksual. Terdapat hal baru, yakni adanya Dana Bantuan Korban (Victim Trust Fund) yang tidak hanya bisa diambilkan dari APBN, tetapi juga dari filantropi dan Corporate Social Responsibility perusahaan yang dapat dipertanggungjawabkan,” tambahnya.
“Peraturan pelaksana UU TPKS menjadi penting segera disahkan karena aparat penegak hukum perlu peraturan yang lebih teknis dan rigid dalam mengimplementasikan UU tersebut. Oleh karena itu, segala upaya untuk mendorong dikeluarkannya peraturan pelaksana harus dilakukan termasuk pemberian sosialisasi seperti yang dijelaskan di atas,” ungkap Laili.
Humas@UWM