Betapa masifnya korupsi, politik uang, kongkalikong penguasa dengan pengusaha, pejabat pemerintah dengan pejabat perlemen yang bermufakat kejahatan untuk mencuri keuangan negara, penegakan hukum kepada orang lain oleh penguasa hanya melindungi dirinya dan kolega maupun keluarganya. Termasuk betapa masifnya jual beli pasal dalam penegakan hukum, penguasa dengan sistemik menurunkan kekuasaannya pada keluarganya, penguasa yang kehilangan atau memanipulasi etika dan moral dalam ruang publik dan seterusnya hingga, keluarga pejabat negara/pemerintahan yang bangga kemewahan hedonis yang ditonton dihadapan publik. Hal ini disampaikan oleh Dr. AS Martadani, M.A. yang merupakan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Widya Mataram (UWM) pada Jumat (28/7) di Gedung Fisipol UWM, Kampus I UWM, Dalem Mangkubumen, Yogyakarta.
Hal yang serupa pada sebagian masyarakat menjadi kelompok peminta-minta atas keuntungan, kenikmatan bahkan kebersyukuran turut mendapatkan hasil penjarahan uang negara. “Ada kelompok masyarakat yang beroganisasi untuk memproduksi hoaks, puja puji pada penguasa tanpa bukti atau beropini negatif tanpa fakta pada kelompok kritis atas pemerintahan. Individu atau kelompok masyarakat,” tambahnya.
Hal tersebut fenomena ketiadaaan pendidikan politik yang seharusnya ada transformasi, penyerapan bagi masyarakat, terlebih pejabat negara tentang nilai-nilai, norma-norma, serta simbol-simbol politik yang baik dan kepantasan melalui berbagai instrumen, sehingga membentuk masyarakat dan negara yang memiliki peradaban. “Aktor utama yang bertanggungjawab terjawab terhadap pendidikan politik yaitu pemerintah dan partai politik (parpol) yang memiliki kewenangan dan semua instrumen untuk melaksanakan pendidikan politik,” kata Dosen Program Studi (Prodi) Sosiologi UWM ini.
Konteks pendidikan politik merupakan bagian dari penyangga peradaban karena memiliki dimensi waktu yang panjang dan ruang luas dan mendalam. Begitu sebaliknya, bila gagal membangun pendidikan politik maka akan mengalami permasalahan yang berjangka panjang dan ruang sosial yang luas untuk mengatasinya. “Itulah sebabnya pendidikan politik sebuah keniscayaan yang hari ini memiliki fenomena tergerus justru negara dan parpol,” pungkasnya.
Humas@UWM