Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memegang peranan yang istimewa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Keistimewaan DIY bukan hanya sekadar warisan sejarah, melainkan juga pijakan penting dalam memelihara keberagaman budaya dan harmoni di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang multikultural. Hal ini disampaikan oleh Dr. Kelik Endro Suryono, S.H., M.Hum. dalam Studi Klinis di Pendopo Agung Kampus Terpadu Universitas Widya Mataram (UWM) pada Rabu (2/8), dimana sesi ini dimoderatori oleh Sumali, S.H., M.H. dari UMM. Acara ini diselenggarakan dalam rangka kunjungan Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ke Paniradya Kaistimewan DIY. Acara ini diikuti oleh 400 orang mahasiswa UMM dan 27 dosen pendamping.
Sejak zaman kerajaan, DIY telah dikenal sebagai pusat kebudayaan, pendidikan, dan spiritualitas. Keberadaan Keraton Yogyakarta yang merupakan simbol keistimewaan dan kebudayaan Jawa, memberikan kontribusi signifikan terhadap identitas nasional. DIY juga menjadi jembatan penyeimbang antara modernisasi dan pelestarian tradisi.
Keistimewaan DIY juga tercermin dalam bidang ekonomi dan pariwisata. Kota Yogyakarta dan sekitarnya menarik wisatawan dari seluruh dunia dengan kekayaan budaya, seni, dan pemandangan alamnya. “Wisata budaya seperti pertunjukan seni tradisional, seni rupa, dan kerajinan tangan menghidupkan nilai-nilai lokal sambil memberikan peluang ekonomi kepada masyarakat setempat,” tambah Kelik.
“Tidak hanya itu, DIY juga memiliki struktur pemerintahan unik yang menganut sistem monarki konstitusional. Adanya Sultan dan Paku Alam sebagai pemimpin, membentuk kerangka pemerintahan yang demokratis namun tetap memelihara nilai-nilai budaya dan tradisi,” kata Dosen S2 FH UWM ini.
Namun, keistimewaan DIY juga perlu diimbangi dengan tanggung jawab terhadap pembangunan dan kesejahteraan masyarakatnya serta selaras dengan prinsip persatuan dan kesatuan Indonesia. DIY dapat menjadi contoh dalam memelihara keberagaman budaya, mengedepankan hak asasi manusia, dan mempromosikan kesetaraan gender di seluruh wilayah NKRI.
“Dengan menghargai dan memelihara keistimewaan ini, DIY akan terus menjadi sumber inspirasi dalam membangun negara yang lebih maju, inklusif, dan berkelanjutan. Keberagaman budaya, pendidikan, ekonomi, dan pemerintahan DIY menjadi komponen penting dalam menyatukan bangsa Indonesia menuju masa depan yang lebih baik,” tegas Dekan FH UWM ini.
Dekan FH UMM, Prof. Dr. Tongat, S.H., M.Hum. dalam sambutannya menyampaikan bahwa acara ini bertujuan supaya mahasiswa mengenal dan memahami kedudukan Tanah Kesultanan (Sultan Ground) dalam hukum nasional Indonesia menurut Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia 1945 dan Hukum Tanah Nasional.
Rektor UWM, Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec. dalam sambutannya mengemukakan bahwa substansi istimewa bagi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terdiri dari 3 hal yaitu Istimewa dalam hal Sejarah Pembentukan Pemerintahan, Bentuk Pemerintahan, dan Kepala Pemerintahan.
Dalam acara ini juga diadakan diskusi tentang “Kedudukan Tanah Kesultanan (Sultan Ground) dan Status Hukumnya dalam Sistem Hukum Tanah Nasional” yang disampaikan oleh Tri Agus Nugroho, S.Sos., M.Si. yang merupakan Kepala Bidang Urusan Tata Cara Pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Kelembagaan, Pertanahan dan Tata Ruang. Sesi ini dimoderatori oleh Komariah, S.H., M.Si., M.Hum. dari UMM.
Materi selanjutnya disampaikan oleh Kepala Bidang Urusan Kebudayaan, Nugraha Wahyu Winarna, S.P., M.Sc. tentang “Perlindungan Cagar Budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta.” Sesi ini dimoderatori oleh Dr. Herwastoeti, S.H., M.Si. dari UMM.
Humas@UWM