Produksi, pangsa, dan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian tumbuh positif selama pandemi Covid-19 pada kuartal pertama 2020 sampai awal kuartal tiga 2021. Pertumbuhan positif di sektor ekonomi tradisional itu bisa dikategorikan sebagai penyelamat ekonomi nasional karena sektor-sektor strategis seperti industri dan jasa terjun bebas menghadapi wabah.
Rektor Universitas Widya Mataram (UWM) Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec menyatakan, peran sektor pertanian sebagai penyelamat ekonomi nasional tak terduga. Ini harus menjadi trigger bagi pengambil kebijakan bahwa sektor pertanian masih strategis dan jangan mengabaikan penguatan pertanian meskipun di balik peran krusial pertanian itu terdapat masalah lain.
“Pertanian itu sektor yang memasok kebutuhan perut kita, ada di dalamnya beras dan bahan pangan lainnya, maka jangan pernah mengabaikan sektor pertanian,” jelasnya, Sabtu (13/11/2021).
Sektor pertanian harus mendapat perhatian khusus dan jangan sekali-kali diabaikan. Sektor ini merupakan tempat bergantung bagi kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia. 29.8% angkatan kerja kita bekerja di sektor pertanian tahun 2020. Sektor pertanian ini juga menghasilkan produk pangan yg menjadi pangan pokok kita. Jika produksi pangan terganggu, bisa mendorong menaikkan harga, dan ini bisa menimbulkan instabilitas politik jika harga pangan naik. Dan jika kita impor, maka ada negara kita terindikasi kedaulatan pangan turun dan perut kita tergantung pada negara lain.
Pandangannya disampaikan dalam diskusi buku “Pertanian Bantalan Resesi: Resiliensi Sektor Selama Pandemi Covid-19” karya Bustanul Arifin, yang diselenggarakan oleh LPM Ekonomika Fakultas Bisnis dan Ekonomi Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.
Prof. Edy Suandi Hamid mengutip statistik 2020 sektor pertanian tumbuh positif. Pada kuartal satu tumbuh 2,2 persen, kuartal dua 2,16 persen, kuartal tiga 2,59 persen, dan awal kuartal empat 2,95 persen.
Soal pangsa (pasar) data lain menunjukkan, sektor pertanian naik signifikan. Apabila pangsa 2019 sebesar 12,7 persen, angka itu naik menjadi 13,71 persen pada 2020. Petumbuhan pangsa itu berdampingan dengan enam sektor lain yang strategis seperti sektor kesehatan dan sosial, informasi dan komunikasi, pengadaan air, jasa keuangan dan asuransi, pendidikan, dan real estate.
Menurutnya, sektor pertanian lebih mengejutkan bisa menjadi penyerap tenaga kerja sebanyak 5 juta selama pandemi. “Ketika sektor industri dan sektor lain melakukan rasionalisasi tenaga kerja, sektor pertanian sebaliknya menambah tenaga kerja pada masa pandemi,” kata dia.
Ternyata saat pandemi, sektor pertanian menjadi salah satu katup pengaman ekonomi Indonesia. Pada saat sebagian sektor lain tumbuh negatif, pertanian tetap tumbuh positif. Ini memberikan kontribusi dalam menghambat kemerosotan ekonomi Indonesia, yang secara keseluruhan pada tahun 2020 tumbuh negatif.
Kontribusi pertanian lain: menjadi penampung tenaga kerja yang di PHK dari sektor lain dan juga menambah angkatan kerja baru yang masuk ke pertanian. Jadi sektor pertanian ini mengurangi melonjaknya pengangguran. Penyerapan tenaga kerja pertanian meningkat sekitar 5 juta pada tahun 2020. Namun ini harus berhati-hati, karena sektor Pertanian menjadi pemasok pengangguran tidak kentara (disguissed unemployment) mereka bekerja tetapi tdk menaikkan produktivitas pertanian.
Ketua Forum Rektor Indonesia (2008-2009) berpendapat, penyelamat ekonomi nasional pada masa resesi itu sangat unik. Membandingkan resesi ekonomi dan politik 1997-1999, dia menyebut Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi penyelamat ekonomi nasional saat itu, sementara resesi ekonomi 2020 yang berperan menjadi “pahlawan” justru sektor pertanian.
Menurutnya peran sektor pertanian ini menjadi kontroversial. Sebagai sektor ekonomi tradisional, pertanian dianggap problematik karena Produk Domestik Bruto (PDB) dari sektor pertanian secara statistik rendah. Karena itu sektor pertanian diposisikan menjadi lumbung kemiskinan. Namun, sektor pertanian yang menghasilkan beras menjadi bagian komoditas ekonomi politik yang berpengaruh besar terhadap stabilitas pangan dan politik. Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto turun jabatan presiden terkait dengan instabilitas harga pangan. Inflasi tinggi di tengah krisis ekonomi dan politik mengerek harga pangan sangat tinggi. Tuntutan rakyat terhadap mereka adalah turunkan harga pangan.
“Sektor pertanian pangan yang memproduksi beras sebagai sektor strategis, dan kapanpun menjadi program strategis, jangan sampai diabaikan,” ujar dia.
Masalahnya restrukurisasi ekonomi menghendaki agar pekerja sektor pertanian jangan terlalu dominan. Negara pertaniaan seperti Selandia Baru hanya menyerap 10 persen pekerja secara nasional di negara itu. Para ekonom dunia menempatkan, jika sektor pertanian yang dominan menandakan bahwa negara tersebut masuk dalam kategori negara berkembang dengan kemiskinan tinggi. Indonesia sejak masa Presiden Soeharto telah mencanangkan restrukturisasi sektor ekonomi, dengan meningkatkan pekerja sektor industri dan jasa untuk meningkatan kesejahteraan warga.Sementara itu peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Rusli Abdullah berpendapat menguatkan analisis Prof .Edy Suandi Hamid soal sektor pertanian sebagai penyelamat ekonomi nasional selama resesi ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Menurutnya peran sektor ekonomi dari pertanian mulai menurun pada awal kuartal tiga 2021. “Sejak pandemi Covid-19 melandai, berbagai daerah masuk level satu PPKM, peran pertanian secara mendadak mulai menurun, kemudian para pekerja mulai meninggalkan sektor pertanian. Para sopir taksi di Jakarta yang semula pulang kampung menjadi petani, mereka mulai menarik diri sejak Agustus, kembali ke pekerjaan lama menjadi sopir taksi di Jakarta. Arus manusia meningkat di perkantoran, industri, menjadi indikasi sektor ekonomi non pertanian bangkit, maka pangsa maupun ekonomisasi pertanian mulai turun,” ujar dia.
Yang menjadi problem baru, menurut dia, geliat ekonomi yang bangkit melejitkan harga komoditas pangan. Di berbagai negara di dunia maupun di Indonesia, permintaan pangan meningkat, di sisi lain pekerja pertanian mulai menarik diri, maka produksi pangan masih terbatas, maka otomatis harga pangan di dunia mengalami kenaikan harga. “Ini harus diwaspadai, apakah itu akan melemahkan ketahanan pangan nasional?,” ujar dia.
©WidyaMataram