Home
news
Covid-19: Urgensi Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kesehatan

Covid-19: Urgensi Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kesehatan

news Sun, 2020-05-31 - 11:13:27 WIB

 

Pandemi Corona Virus Diseases (Covid-19) sampai saat ini belum juga usai dan berdampak hampir di semua sektor, baik kesehatan, ekonomi, pariwisata maupun tatanan sosial masyarakat. Menurut data Kompas.com (28/5/2020), jumlah Orang Dalam Pengawasan (ODP) dan Pasien Dalam Pemantauan (PDP) masih terus bertambah. Jumlah ODP mencapai 48.749 jiwa dan PDP sebanyak 13.250. Jumlah tersebut tersebar di 412 kabupaten/kota di 34 provinsi di Indonesia. 

Erna Tri Rusmala R, SH., M.Hum, Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram (UWM) mengatakan, berdasarkan prediksi sejumlah ahli, pandemi Covid-19 bisa berlangsung lama, hal ini seiring dengan belum ditemukannya vaksin atau obat untuk virus Corona. Meskipun demikian, tentu tidak mungkin masyarakat selamanya hidup dalam masa karantina atau lock down

Melihat kondisi tersebut, Erna menerangkan, secara perlahan negara menerapkan kebijakan New Normal Life (pola hidup baru). New Normal Life bertujuan untuk mengembalikan tatanan kehidupan kembali normal sehingga kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang beberapa bulan terpuruk menjadi normal kembali. Pola hidup baru itu adalah kembali melakukan aktivitas seperti biasa tetapi dengan protokol kesehatan hidup berdampingan dengan Covid-19. 

“Masyarakat hidup sehari – hari dengan membiasakan memakai masker, menjaga kebersihan diri dengan mencuci tangan dengan sabun, dan tetap menjaga jarak terutama di tempat fasilitas publik,” kata Erna pada Jum’at (29/5/2020). 

Dalam rangka melaksanakan New Normal Life, lanjut Erna, Negara telah mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi. Panduan ini dilakukan karena roda perekonomian harus tetap berjalan sehingga perlu dilakukan upaya mitigasi dan kesiapan tempat kerja seoptimal mungkin. 

“Namun demikian tidak mudah memberikan edukasi kepada masyarakat sehingga masih dijumpai banyaknya masyarakat yang belum siap memenuhi standar protokol pencegahan Covid-19. Negara dalam hal ini harus secara terus menerus mengedukasi masyarakat dan melakukan penindakan secara tegas kepada masyarakat yang tidak tertib, karena akan berdampak pada kerugian bagi orang lain, masyarakat dan Negara,” tutur Erna. Ia menegaskan bahwa masyarakat tidak menyadari bahwa kondisi “bandel” tersebut semakin memperberat tugas para tenaga kesehatan dalam menangani pasien Covid-19. 

Menurutnya, tenaga kesehatan adalah garda terdepan yang setiap hari merawat pasien Covid-19 dengan resiko sangat tinggi terhadap penularan virus tersebut. Perlindungan hukum bagi para tenaga kesehatan sering terabaikan, seolah mayarakat apatis dan beropini bahwa itu sudah sebagai tugas dan tanggungjawab sebagai tenaga medis. 

Pasal 1 huruf a Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular mengatur bahwa Wabah penyakit menular yang selanjutnya disebut wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Penularan Covid-19 ini sudah berkategori wabah mengingat penularan sangat cepat dan dengan jumlah penderita semakin meningkat pada waktu dan daerah tertentu. 

Upaya penanggulangan terhadap wabah menular dilakukan dengan mengikutsertakan masyarakat secara aktif sudah diatur dalam Pasal 5 UU Wabah Penyakit Menular diantaranya dengan a). Penyelidikan epidemiologis, b). Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita, termasuk tindakan karantina, c). Pencegahan dan pengebalan, d). Pemusnahan penyebab penyakit, e). Penanganan jenazah akibat wabah, f). Penyuluhan kepada masyarakat, dan g). Upaya penanggulangan lainnya. 

Perlindungan Hukum Tenaga Kesehatan 

Berbicara perlindungan hukum tentunya tidak bisa dilepaskan dari hak dan kewajiban. Tidak terlindunginya tenaga kesehatan, dalam hal ini profesi dokter. Manakala dokter tidak mendapatkan haknya atau adanya pelanggaran yang dilakukan oleh pasien yang tidak melaksanakan kewajibannya. Pelanggaran terhadap hak dokter terkait dengan pelayanan pasien Covid-19 yang sering terjadi adalah pasien tidak memberikan informasi secara jujur terhadap kondisinya sebagai ODP atau PDP sehingga semakin rawan penularan virus Covid-19 yang tentunya memberikan dampak efek domino baik pada dokter, paramedis, pasien lain dan bahkan keluarganya. Pelanggaran ini jelas bertentangan dengan ketentuan Pasal 50 huruf c Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek kedokteran bahwa dokter berhak memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya. 

Erna menambahkan, hak dan kewajiban dokter secara lengkap tertuang dalam Pasal 50 Undang-undang Praktek Kedokteran. Dokter mempunyai hak dalam melaksanakan praktek kedokterannya. Di samping pelanggaran terhadap hak informasi yang jujur, perlindungan yang harus diberikan kepada tenaga kesehatan baik dokter atau perawat adalah tersedianya Alat Pelindungan Diri (APD). APD merupakan hak dokter yang harus dipenuhi demi keselamatannya dan agar dapat bekerja sesuai dengan standar profesinya, sebagaimana yang diamanahkan di dalam Pasal 50 huruf (b) Undang-Undang Praktek Kedokteran yang menyatakan bahwa, dokter dalam melaksanakan praktek kedokteran mempunyai hak untuk memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional. Standar pelayanan medis untuk perawatan pasien dalam kategori penyakit wabah menular wajib dilengkapi dengan APD sesuai dengan standar medis.

Perlindungan terhadap tenaga kesehatan juga telah diatur di dalam Pasal 8 dan 9 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular. Pasal 8 ayat (1) Undang-undang tersebut menyatakan bahwa Kepada mereka yang mengalami kerugian harta benda yang diakibatkan oleh upaya penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat diberikan ganti rugi. Demikian juga di dalam Pasal 9 ayat (1) juga telah diatur secara tegas bahwa kepada para petugas tertentu yang melaksanakan upaya penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat diberikan penghargaan atas risiko yang ditanggung dalam melaksanakan tugasnya. Pasal 9 UU Wabah Penyakit Menular ini sungguh telah adil dan sepadan dengan risiko yang dihadapi oleh para tenaga kesehatan. 

“Peran dan tanggung jawab negara untuk melaksanakan amanat ketentuan Pasal 9 ini wajib untuk dilaksanakan karena ini sudah merupakan kewajiban hukum yang berimbas kepada hak tenaga kesehatan yang harus dipenuhi. Sekali lagi, bahwa perlindungan hukum selalu berkaitan dengan hak dan kewajiban. Tidak terpenuhinya hak dan kewajiban tentunya mempunyai akibat hukum,” tandas Erna. 

Perlindungan hukum terhadap tenaga kesehatan juga dapat diberikan melalui tuntutan tindak pidana kepada masyarakat yang masih tidak tertib untuk melaksanakan protokol penanggulangan wabah penyakit menular yang berdampak pada tertularnya tenaga kesehatan atau bahkan mengakibatkan meninggal dunianya tenaga kesehatan maupun orang lain yang ikut terpapar. Tidak tertibnya melaksanakan standar protokol kesehatan penanggulangan Covid-19 dapat dikatakan memenuhi unsur dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah penyakit menular Covid-19. Hal ini tertuang dalam Pasal 14 Undang-Undang Wabah Penyakit Menular. 

Demikian pula manakala pihak-pihak tertentu dengan sengaja ataupun alpa tidak secara baik mengelola bahan-bahan yang digunakan untuk penanggulangan wabah penyakit menular Covid-19 seperti pengelolaan bahan-bahan yang mengandung penyebab penyakit yang dinyatakan dapat menimbulkan wabah, misalnya pengiriman/pengangkutan bahan yang mengandung bibit penyakit harus dilakukan dengan memperhatikan persyaratan dan pengawasan yang ketat, sehingga bahan-bahan tersebut tidak dapat menimbulkan wabah maka dapat dijerat Pasal 15 Undang-Undang Wabah Penyakit Menular. 

“Tenaga kesehatan masih harus terus berjuang untuk memberikan pelayanan medis kepada pasien yang terpapar Covid-19. Itu artinya para tenaga medis dan keluarganya masih rentan resiko tertular. Tingginya resiko tersebut tentunya perlu menjadi perhatian bersama baik masyarakat dan negara untuk terus memberikan dukungan moral dan perlindungan hukum terhadap hak-haknya,” tukasnya.

©HumasWidyaMataram


Share Berita